Sabtu, 27 Februari 2016

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sudah saatnya ditumbuhkan sikap keterbukaan dalam rangka memberikan jaminan pemerataan terhadap hasil-hasil pembangunan. Sikap keterbukaan sangat diperlukan dalam upaya pelaksanaan pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak dan bukan kesejahteraan sekelompok orang. Pelaksanaan pembangunan nasional harus dilandasi oleh nilai-nilai yang tercermin dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Prinsip keadilan sosial yang melandasi pelaksanaan pembangunan nasional di Indonesia adalah sebagai berikut.

Ciri-Ciri Keterbukaan
          Sikap keterbukaan, merupakan prasyarat dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan. Keterbukaan juga merupakan sikap yang dibutuhkan dalam harmonisasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dilihat tentang ciri-ciri keterbukaan, yaitu sebagai berikut.
1.    Terbuka (transparan) dalam proses maupun pelaksanaan kebijakan publik.
2.    Menjadi dasar atau pedoman dalam dialog maupun berkomunikasi.
3. Berterus terang dan tidak menutup-nutupi kesalahan dirinya maupun yang dilakukan orang lain.
4.     Tidak merahasiakan sesuatu yang berdampak pada kecurigaan orang lain.
5. Bersikap hati-hati dan selektif (check and recheck) dalam menerima dan mengolah informasi dari manapun sumbernya.
6.     Toleransi dan tenggang rasa terhadap orang lain.
7.     Mau mengakui kelemahan atau kekurangan dirinya.
8.     Menyadari tentang keberagaman dlm berbagai bidang kehidupan
9.     Mau bekerja sama dan menghargai orang lain.
10.  Mau dan mampu menyesuaikan dengan berbagai perubahan.

Sikap terbuka dalam kehidupan perlu ditumbuh kembangkan, mulai dari keluarga, masyarakat dan negara. Adapun ciri-ciri keterbukaan dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut :
1.     Demokratis,
2.     Berkeadilan,
3.     Musyawarah dan mufakat,
4.     Berpikir luas dengan hati yang terbuka,
5.     Berani mengakui kesalahan.

Sikap Terbuka
Sikap terbuka adalah suatu sikap berupa kesediaan seseorang untuk mau menerima terhadap hal-hal yang berbeda dengan kondisi dirinya. Dalam kehidupan berbangsa, diperlukan untuk menjaga keutuhan bangsa, mempererat hubungan toleransi serta menghindari konflik.
Dalam kehidupan bernegara, bagi pemerintah atau pejabat publik diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan rakyat agar mau berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Pejabat publik harus mampu mewujudkan “Clean Government” atau pemerintah yang bersih. Perwujudan sikap terbuka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan dengan : 
1.     Kehidupan yang demokratis,
2.     Kebiasaan masyarakat yang madani,
3.     Kebiasaan berdialog dan bermusyawarah,
4.     Bekerja sama,
5.  Toleransi.

Akan tetapi, keterbukaan akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di suatu negara. Dilihat dari aspek sosial budaya, keterbukaan akan memberikan ruang gerak bagi masuknya budaya-budaya barat yang sama sekali berbeda dengan budaya masyarakat Indonesia. Dilihat dari aspek ideologi, keterbukaan akan memberikan ruang bagi tumbuh dan berkembangnya ideologi-ideologi dari luar yang tidak sesuai dengan kepribadian suatu bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, munculnya era keterbukaan akan membawa dampak yang sangat buruk apabila kita tidak dapat mempersiapkan diri.

Pengertian Keterbukaan

Keterbukaan berarti memberi peluang luar untuk masuk, dan menerima berbagai hal untuk masuk, baik itu di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan, ideologi, paham dan aliran, ataupun ekonomi. Terbuka menerima saran, kritik, dan pendapat orang lain dalam pergaulan. Tidak menutup diri dari pergaulan, keterbukaan dan keterusterangan terhadap apa yang dipikirkan, diinginkan, diketahui dan kesediaan menerima saran dan kritik dari orang lain.

Keterbukaan juga dapat diartikan sebagai keadaan yang memukingkan ketersediaan informasi yang dapat diberikan dan didapatkan oleh masyarakat luas.  Dengan keterbukaan berarti seseorang pribadi atau pemerintah atau penyelenggara negara sanggup bertanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukannya kepada masyarakat.

Suasana keterbukaan juga dimaksudkan sebagai keterbukaan dalam berbagai bidang kehidupan, antara lain dalam iklim politik, yakni setiap warga negara berhak mengemukakan pendapatnya sejauh tidak bertentangan dengan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Selain itu, keterbukaan merupakan perwujudan dari sikap jujur, rendah hati,adil, mau menerima pendapat, kritik dari orang lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keterbukaan adalah hal terbuka, perasaan toleransi dan hati-hati serta merupakan landasan untuk berkomunikasi. Dengan demikian dapat dipahami pula bahwa yang dimaksud dengan keterbukaan adalah suatu sikap dan perilaku terbuka dari individu dalam beraktivitas.

Keterbukaan sangat penting dalam berkomunikasi. Sikap keterbukaan di antara kita akan dapat melancarkan informasi, dan pada akhirnya akan dapat memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa. Dengan keterbukaan itu, kita akan dapat menyerap berbagai kelebihan dan kekurangan yang kita miliki. Dan dengan itu pula kita akan bersikap dan berperilaku mau menghargai perbedaan yang dimiliki oleh orang, kelompok, atau suku bangsa lain. Sikap keterbukaan juga akan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Budi pekerti dalam hubungannya dengan penerapan sikap berbudi pekerti luhur, salah satu sasarannya adalah membangun dan menumbuh-kembangkan individu-individu yang berjiwa demokratis.

Makna keterbukaan
Makna keterbukaan berasal dari kata terbuka yang memiliki arti luas, tidak tertutup, tidak terbatas pada orang tertentu saja, tidak di rahasiakan.jadi keterbukaan yaitu memberi peluang luar untuk masuk dan menerima berbagai hal untuk masuk, baik itu di dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan, ideologi, paham dan aliran, ataupun ekonomi.

Fungsi keterbukaan
Fungsi keterbukaan adalah memperoleh berbagai informasi sehingga dapat memperkaya pengetahuan, dapat meningkatkan SDM, mampu memberikan menularkan info mengenai hal2 yang bersifat dapat memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mampu menghalau dan mengantisipasi pihak2 yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, memungkinkan adanya kebiasaan berdialog baik antar suku bangsa golongan aliran maupun agama, dapat membentuk forum permusyawaratan baik antar suku bangsa golongan aliran maupun agama, menghindarkan diri dari fitnah dan prangsangka negatif.



Setiap individu di muka bumi memiliki karakter tertentu dalam penyelesaian permasalahan hidup atau tantangan. Berikut ini Stoltz mengelompokkan individu dalam penyelesaian masalah menjadi tiga tipe : quitter, camper, dan climber.  seperti apakah pengelompokan tersebut? dan mana yang merupakan tipe anda?

1. Quitter
Tipe seperti ini adalah tipe manusia yang selalu menyerah dengan keadaan dan yang tak ingin menghadapi masalah atau bisa dikatakan setiap ada masalah yang datang ia selalu ketakutan, sering orang menyebutnya sebagai manusia pengecut. Ia selalu berpikir “Aku takut jika harus melaluinya! Masalah ini terlalu berat bagiku!” dsb.. dsb.. Seorang quiter yang parah bahkan akan sering melihat sebuah masalah lebih besar daripada yang seharusnya ia lihat. Manusia quitter adalah manusia yang sulit dan tidak senang melakukan perubahan. Quitter menolak untuk mendaki lebih tinggi lagi, kemampuannya kecil atau bahkan tidak ada sama sekali; mereka tidak memiliki visi dan keyakinan akan masa depan. Bisa dipastikan kehidupan seorang quitter adalah kehidupan yang tidak menyenangkan dan datar – datar saja.

2. Camper
Camper adalah orang yang berhenti dan tinggal di tengah pendakian. Tipe camper masih bisa dikatakan berani menghadapi tantangan dibandingkan dengan quitter namun sayangnya hanya hingga waktu atau batas tertentu saja. Umumnya camper terlalu sering kehilangan fokus tujuannya karena setelah mencapai tingkat tertentu dari pendakiannya maka ia kemudian berpaling untuk menikmati kenyamanan dari hasil pendakiannya diumpamakan sebagai orang yang sedang berkemah, ketika melihat tanah yang datar dan pemandangan yang indah disekelilingnya maka sesegera mungkin ia mengakhiri pendakiannya bahkan menikmati waktu tersebut untuk bersuka-ria, bersantai dan tidak berupaya untuk mengatasi kesulitan yang sedang dihadapi (tidak mau meninggalkan zona nyaman yang telah dicapainya). Camper cenderung selalu merasa cepat puas dengan apa yang dicapainya. Lambat laun tantangan pun semakin berat dan persaingan pun semakin ketat, akhirnya camper dapat berubah menjadui quitter karena hilangnya semangat dalam berjuang.

3. Climber

Pantang menyerah itulah gambaran dari tipe climber. Climber adalah orang yang berhasil mencapai puncak pendakian. Mereka tak kenal lelah dan senantiasa terfokus pada usaha pendakian tanpa menghiraukan apapun keadaan yang dialaminya, tak peduli panas ataupun hujan. Selalu memikirkan berbagai macam kemungkinan, jika ia menemukan ada hambatan batu di atas gunung sana, ia mencari jalan lain. Tipe climber selalu menyambut baik setiap perubahan, bahkan ikut mendorong setiap perubahan tersebut ke arah yang positif. Terkadang memang mereka mundur dan merasa lelah, tetapi itu adalah hal yang alamiah dari suatu pendakian dan mereka senantiasa mempertimbangkan dan mengevaluasi hasil pendakiannya untuk kemudian bergerak lagi maju hingga puncak pendakian tercapai. Hidupnya “lengkap” karena telah melewati dan mengalami semua tahapan sebelumnya. Mereka menyadari bahwa akan banyak imbalan yang diperoleh dalam jangka panjang melalui “langkah-langkah kecil” yang sedang dilewatinya. Hanya seorang climberlah yang sanggup menikmati kepuasan yang seutuhnya dan menjadi inpirasi sukses bagi banyak orang.



Itulah pengelompokan tipe-tipe yang dikemukakan oleh Stoltz. Apakah sudah mengetahui karakter individu anda?  
Gaya belajar visual merupakan gaya belajar bagi siswa yang suka menghafal, gaya belajar auditory merupakan gaya belajar siswa dengan mendengar, sementara gaya belajar kinestethic adalah gaya belajar siswa dengan melakukan sesuatu hal atau praktikkum. Kelebihan dan kelemahan Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan, tidak terkecuali model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) juga memiliki kelebihan dan kelemahan diantaranya sebagai berikut.

1)      Kelebihan model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK
a. Pembelajaran akan lebih efektif, karena mengkombinasikan ketiga gaya belajar.
b. Mengembangkan potensi siswa yang telah dimiliki oleh pribadi masing-masing.
c. Memunculkan suasana belajar yang lebih baik, menarik dan efektif
d. Memberikan pengalaman langsung kepada siswa.
e. Mampu menjangkau setiap gaya pembelajaran siswa.
f. Mampu melibatkan siswa melalui kegiatan fisik seperti demonstrasi, percobaan, observasi, dan diskusi aktif.
g. Siswa yang memiliki kemampuan bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar karena model ini mampu melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.

2)      Kelemahan Model Pembelajaran VAK
Kelemahan dari model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) yaitu tidak banyak orang mampu mengkombinasikan ketiga gaya belajar tersebut. Sehingga orang yang hanya mampu menggunakan satu gaya belajar, hanya akan mampu menangkap materi jika menggunakan metode yang lebih memfokuskan kepada salah satu gaya belajar yang didominasi. (Janghyunita, 2012:3)
Menurut Rose Colin dan Nicholl (2002:130)

1)      Gaya visual (belajar dengan cara melihat)
       Belajar harus menggunakan indra mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga. Seorang siswa lebih suka melihat gambar atau diagram, suka pertunjukan, peragaan atau menyaksikan video. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata/penglihatan (visual). Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar visual misalnya lirikan mata ke atas bila berbicara dan berbicara dengan cepat. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Siswa cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Siswa berpikir menggunakan gambar-gambar di otak dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.

2)      Gaya auditori (belajar dengan cara mendengar)
          Belajar haruslah mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, mengemukakan pendapat, gagasan, menanggapi dan beragumentasi. Seorang siswa lebih suka mendengarkan kaset audio, ceramah-kuliah, diskusi, debat dan instruksi (perintah) verbal. Alat rekam sangat membantu pembelajaran pelajar tipe auditori. Dr. Wenger (dalam Rose Colin dan Nicholl, (2002:143) merekomendasikan setelah membaca sesuatu yang baru, deskripsikan dan ucapkan apa yang sudah dibaca tadi sambil menutup mata dengan suara lantang. Alasannya setelah dibaca, divisualisasikan (ketika mengingat dengan mata tertutup) dan dideskripsikan dengan lantang, maka secara otomatis telah belajar dan menyimpannya dalam multi-sensori. Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar auditori misalnya lirikan mata ke arah kiri/kanan, mendatar bila berbicara dan sedang-sedang saja. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori mencerna makna yang disampaikan melalui tone, suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori. Anak-anak seperti ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.

3)      Gaya Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)

          Belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung. Seorang siswa lebih suka menangani, bergerak, menyentuh dan merasakan/mengalami sendiri, gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik). Bagi siswa kinestetikbelajar itu haruslah mengalami dan melakukan. Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar kinestetikmisalnya lirikan mata ke bawah bila berbicara dan berbicara lebih lambat. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan. 

Jadi kesimpulannya Modalitas visual merupakan gaya belajar bagi siswa yang suka menghafal, gaya belajar auditory merupakan gaya belajar siswa dengan mendengar, sementara gaya belajar kinestethic adalah gaya belajar siswa dengan melakukan sesuatu hal atau praktikkum.
Model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) adalah strategi pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan alat indra yang dimiliki siswa. Menurut Nurhasanah (2010) pembelajaran dengan model pembelajaranVisual Auditori Kinestetik (VAK) adalah suatu pembelajaran yang memanfaatkan gaya belajar setiap individu dengan tujuan agar semua kebiasaan belajar siswa akan terpenuhi. Jadi dapat disimpulkan Model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) adalah model pembelajaran yang mengkombinasikan ketiga gaya belajar (melihat, mendengar, dan bergerak) setiap individu dengan cara memanfaatkan potensi yang telah dimiliki dengan melatih dan mengembangkannya, agar semua kebiasaan belajar siswa terpenuhi. (Sugiyanto. 2008:101)

VAK (Visual, Auditory, Kinesthetic) merupakan tiga modalitas yang dimiliki oleh setiap manusia. Ketiga modalitas tersebut kemudian dikenal sebagai gaya belajar. Gaya belajar merupakan kombinasi dari bagaimana seseorang dapat menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi, (Deporter, 1999:112).

Model pembelajaran VAK adalah model pembelajaran yang mengoptimalkan ketiga modalitas belajar tersebut untuk menjadikan si belajar merasa nyaman. Model pembelajaranVAK ini merupakan anak dari model pembelajaran Quantumyang berprinsip untuk menjadikan situasi belajar menjadi lebih nyaman dan menjanjikan kesuksesan bagi pebelajarnya di masa  depan.

Pembelajaran dengan model ini mementingkan pengalaman belajar secara langsung dan menyenangkan bagi siswa. Pengalaman belajar secara langsung dengan cara belajar dengan mengingat (Visual), belajar dengan mendengar(Auditory), dan belajar dengan gerak dan emosi (Kinestethic)(DePorter dkk. 1999). Dan menurut Herdian, model pembelajaran VAK merupakan suatu model pembelajaran yang menganggap pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut (Visual, Auditory, Kinestethic), dan dapat diartikan bahwa pembelajaran dilaksanakan dengan memanfaatkan potensi siswa yang telah dimilikinya dengan melatih dan mengembangkannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar langsung dengan bebas menggunakan modalitas yang dimilikinya untuk mencapai pemahaman dan pembelajaran yang efektif.

Pemanfaatan dan pengembangan potensi siswa dalam pembelajaran ini harus memperhatikan kebutuhan dan gaya belajar siswa. Bagi siswa visual, akan mudah belajar dengan bantuan media dua dimensi seperti menggunakan grafik, gambar, chart, model, dan semacamnya. Siswa auditory, akan lebih mudah belajar melalui pendengaran atau sesuatu yang diucapkan atau dengan media audio. Sedangkan siswa dengan tipe kinestethic, akan mudah belajar sambil melakukan kegiatan tertentu, misalnya eksperimen, bongkar pasang, membuat model, memanipulasi benda, dan sebagainya yang berhubungan dengan system gerak. (Suyatno. 2009:60)